Imigran FOSS dan Ironi yang Dibawanya

Dewasa ini, beberapa orang di sekitar saya mulai melirik dan berminat untuk menggunakan aplikasi free open source software (foss). Saya kurang tahu apa musabab yang mendorong mereka untuk bermigrasi.

Satu hal yang saya asumsikan atas fenomena ini adalah mereka menginginkan sebuah perubahan, entah karena selera entah karena ideologi.

Saya ingin menulis pembahasan ini sudah cukup lama sebenarnya, dan akhirnya tersempatkan juga. Sebagaimana yang kita ketahui bersama–dan tak perlu ditutup-tutupi lagi–pengguna GNU/Linux maupun aplikasi foss jumlahnya memang masih kalah telak bila dibandingkan pesaingnya. Hal ini, menurut saya, membuat orang-orang yang “menyengajakan” dirinya menggunakan GNU/Linux atau aplikasi foss menjadi anomali. Tanpa motivasi atau tujuan yang jelas, kemungkinan besar mereka tidak akan lama betah menggunakan GNU/Linux atau aplikasi-aplikasi foss.

Di sisi lain, ada satu fenomena cukup menarik (dan sangat ironis) di antara imigran-imigran tersebut. Sekali waktu, saya sempat berbincang dengan beberapa orang imigran dan menanyakan alasan mereka bermigrasi ke open source. Pertanyaan yang saya ajukan tersebut muncul dari sekelumit rasa penasaran karena para imigran tersebut merupakan orang yang sudah bekerja di bidangnya masing-masing dan terbiasa dengan lingkungan non-foss.

Jawaban yang cukup menggilitik bagi saya adalah alasan karena FOSS itu gratis, jadi enak untuk memulai wirausaha atau semacamnya. Kelak jika sudah ada hasil, mereka akan membeli produk aplikasi propriatary (prop) dan meninggalkan foss.

Baik, kita kesampingkan sejenak ribut pendapat soal foss itu gratis atau tidak, karena fokus pembahasan ini bukan pada hal itu. Hal yang mengganggu benak saya adalah penggunaan foss sebagai batu loncatan untuk membeli produk prop. Ada yang kurang beres di sini, setidaknya menurut pandangan subjektif saya.

Mengapa harus untuk membeli produk prop? Aplikasi foss, sebagain besar, dibangun oleh komunitas. Pengembang aplikasi-aplikasi jenis ini biasanya memeng bekerja karena passion. Pun demikian, apatah arti pekerjaan mereka bila kita tidak mendukungnya? Gambarang konkret yang mungkin dapat saya berikan adalah kenyataan bahwa sebagian orang menggunakan aplikasi Inkscape untuk mencari uang dan kemudian digunakan untuk membeli Corel Draw atau sejenisnya. Baiklah, itu memang kebebasan mereka dan seolah-olah tidak ada yang salah dengan itu sebab dipandang sangat lumrah. Tapi ada satu hal yang mungkin terlewat dari pandangan lumrah itu; berdonasi pada proyek.

Berdonasi seolah memang hal yang berat untuk dilakukan bagi sebagian orang, khususnya ke proyek-proyek foss. Akan tetapi, menurut saya hal itu merupakan suatu langkah yang sangat bijak khususnya bagi Anda yang telah merintis usaha menggunakan peranti lunak foss. Apa yang saya tulis ini hanyalah sebuah pandangan dan respon terhadap fenomena personal yang banyak saya temui di sekitar dan media sosial yang saya ikuti, bukan sebuah paham dan keharusan yang mesti Anda ikuti.

Di lain sisi, donasi merupakan salah satu perwujudan terima kasih kepada para pengembang yang telah menyediakan peranti alat kita bekerja. Perlu digarisbawahi, donasi dalam hal ini sebenarnya dapat dipandang lebih luas dengan pemaknaan kontribusi balik, sehingga tidak berbatas pada materi saja. Esensi dari foss yang saya temukan dalam perjalanan saya sebagai penggunanya adalah (saling) berbagi. Tanpa itu, rasa-rasanya foss akan jalan di tempat dan hanya menjadi bagian dari pemuasan idelogi masing-masing individu belaka.

–ran

Imigran FOSS dan Ironi yang Dibawanya

https://raniaamina.id/ironi-imigran-foss/

Penulis

Rania Amina

Diposting pada

2017-11-07

Diperbarui pada

2017-11-07

Dilisensikan di bawah

CC BY-NC-SA 4.0

Komentar