Kado untuk Mila
Mila menelepon, sekali lagi ia berkabar tentang keadaannya nun di sana. Aku hanya mengiyakan tanpa sedikit pun berpikir tentang benar tidaknya ucapannya. Aku tak peduli, bagaimanapun juga dia yang meninggalkan aku, bukan sebaliknya.
Lagi pula, sekarang aku sudah bahagia bersama Arum. Arum memang tak secantik Mila, biasa-biasa saja. Aku sendiri tak punya alasan mengapa lebih memilih Arum daripada Mila. Satu hal yang aku sadari, aku memang tak pernah bahagia ketika bersama Mila. Bahagia dalam arti kedamaian hati dan ketenangan batin. Meskipun demikian, aku juga tak bisa memungkiri, dari Mila-lah aku banyak belajar tentang perempuan dan segala renik kerumitan yang menyelimutinya. Aku tak bahagia, tapi senang. Baiklah, paradoks dipahami memang, tapi begitulah adanya. Tak aku lebih-lebihkan sedikitpun. Kau tahu, aku punya rencana untuk memberikan sesuatu pada Mila di hari ulang tahunnya Sabtu akhir bulan ini. Sebelumnya, aku tak pernah berhasil memberinya kado lantaran beberapa hal. Dua tahun lalu aku tak memberinya kado karena di hari ulang tahunnya, aku sakit dan harus rawat inap di rumah sakit. Tahun kemarin, Mila pergi ke Banjarmasin sebulan penuh, dan itu artinya tak ada kesempatan untuk aku menemuinya. Dalam kamusku, hadiah tak akan ada artinya bila tak kau berikan sendiri, karena kehadiranmu bisa jadi adalah hadiah tersendiri bagi orang yang menyayangimu, sedang yang kau bawa adalah bonusnya. Kali ini aku harus berhasil. Sudah sajak lama aku menyiapkan kado ini diam-diam, bahkan Arum yang hampir setiap hari bersamaku pun dapat kupastikan tidak mengetahuinya. Sebentar, aku mau memastikan kadoku itu aman sampai hari itu nanti. Kalau kau mau tetap di sini, aku akan menceritakan banyak hal tentang Mila dan Arum nanti. Itu kalau kau berkenan menunggu. Jika tidak, pergilah dan jangan lupa tutup kembali pintu rumahku sebagaimana sebelum kau datang tadi. Aku tak ingin siapapun tahu perihal kado yang kusimpan ini. Sampai nanti.
Kado untuk Mila